Berdasarkan UU
no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen disebutkan
bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk
melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus,
memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu
merugikan hak
konsumen.Dengan
adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen
memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau
menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku
usaha.
Perlindungan
konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum
terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup
dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara
keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum
untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang
dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila
dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi
barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan
perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan
informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa
melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi
serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas
barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi lain,
kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang
lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Faktor utama
yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya
masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial
merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar
kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen
secara integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di
masyarakat.
Piranti hukum
yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku
usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim
berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam
menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Di samping itu,
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap
memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini
dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan
nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan
perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu
dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu,
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal
dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai
pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada
beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
- Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
- Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
- Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
- Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
- Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
- Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan
konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI)
tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah
diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997
tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga
perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai
kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian
hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada
dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian,
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan
konsumen.
- Azas dan Tujuan
Sebelumnya
telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
3.Hak dan
Kewajiban Konsumen
Hak-hak
Konsumen adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Kewajiban
Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4.Hak dan
Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku
usaha :
• hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
• Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
• Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
• Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
kewajiban
pelaku usaha :
• bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
• Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
• Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
• bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
• Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
• Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
5. Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha
Perbuatan yang
dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1. Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a.Tidak sesuai
dengan :
ü standar yang dipersyaratkan;
ü peraturan yang berlaku;
ü ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
ü standar yang dipersyaratkan;
ü peraturan yang berlaku;
ü ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai
dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang
dan/atau jasa yang menyangkut :
ü berat bersih;
ü isi bersih dan jumlah dalam hitungan
ü berat bersih;
ü isi bersih dan jumlah dalam hitungan
2. Dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
a.Secara tidak
benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
ü Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
ü Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
ü Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
ü Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
ü Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
ü Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
ü Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
ü Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
ü Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
ü Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
6.Klausula Baku
dalam Perjanjian
Di dalam pasal
18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan
jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan
klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1. menyatakan
pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
7.Tanggung
Jawab Pelaku Konsumen
Setiap pelaku
usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai
akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam
memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau
melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Di dalam pasal
27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas
kerugian yand diderita konsumen, apabila :
1. barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk
diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
8.Sanksi Perlindungan Konsumen
Masyarakat
boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya
yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak
sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU
Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah
diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha
diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard
rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang
yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan,
kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang
rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan
klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b
) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku
usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan
konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral,
pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan
atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi
iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar